ARA adalah singkatan dari Auto Reject Atas yang artinya harga saham tersebut berhasil mencapai titik tertingginya dalam satu hari dan tidak ada lagi order di antrian jual (offer)
Sedangkan ARB adalah singkatan dari Auto Reject Bawah yang artinya harga saham tersebut berhasil mencapai titik terendahnya dalam satu hari dan tidak ada lagi order di antrian beli atau bisa dibilang kebalikannya dari ARA.
Kondisi ARA dan ARB terjadi ketika Euphoria para pelaku pasar begitu tinggi dan menyebabkan harga mencapai titik tertinggi atau titik terendahnya dalam satu hari.
Baca juga : Taper Tantrum Itu Apa Sih Dan Apa Dampaknya Bagi Pasar Modal ?
Nah ARA atau Auto Reject Atas, biasanya terjadi ketika sahamnya breakout, didukung dengan volume yang besar, dan ada berita bagus dan sangat mempengaruhi semua orang. Kondisi ini juga sering terjadi pada saham-saham baru IPO atau Initial Public Offering selama beberapa hari pertamanya saja.
Sedangkan ARB atau Auto Reject Bawah, biasanya terjadi ketika sahamnya breakdown, dan biasanya diiringi dengan adanya berita yang begitu mengkhawatirkan para investor dan pastinya akan berdampak besar.
Selain itu, hal ini juga terjadi ketika harga saham sudah naik dengan begitu tinggi dan terlalu extrame, sehingga koreksi wajar ARB terjadi. Contohnya saham-saham dari bank digital.
Lalu, bagaimana dengan angka ARA dan ARB sekarang ini ?
1. ARA
Harga saham Rp 50 - Rp 200 = 35 %
Harga saham Rp 200 - Rp 5.000 = 25%
Harga saham > Rp 5.000 = 20 %
2. ARB : -7% perhari
Keputusan ini sesuai dengan Keputusan Direksi Nomor Kep-00023/BEI/03-2020
Lalu, apa yang seharusnya kalian para trader lakukan jikalau ARA atau ARB ?
Jika ARA, bersyukur dan selalu gunakan trailing stop sesuai dengan teknikal analisi kalian masing-masing.
Namun, jika ARB, berharap market besok buka jam 09.00 dan bisa terjual dengan harga berapapun. Karena jika kita cutloss > -7% pastinya trading plan kalian juga sudah tidak bagus lagi.
Jadi, sudah jelaskan pengertian ARA dan ARB ? semoga bermanfaat :)
(sc/btco)